BUDAYA PENDALUNGAN DI JAWA TIMUR JADI TEMA DALAM TELAAH BUDAYA JAWA DI GRHATAMA PUSTAKA

Kamis, 24 Oktober 2019

bayusn

Berita

Dibaca: 7245 kali

Kamis tanggal 23 Oktober 2019, di Ruang Seminar Grhatama Pustaka Balai Layanan Perpustakaan DPAD DIY, diselenggarakan Telaah Pustaka Budaya Jawa pada kegiatan Center of Excellence 2019. Tema kegiatan tersebut adalah “Mengenal Lebih Dekat Budaya Pendalungan di Jawa Timur”. Acara dibuka oleh Kepala Balai Layanan Perpustakaan DPAD DIY Drs. Nur Satwika dengan menghadirkan dua orang narasumber Dr. Mochamad Ilham Zoebazary, M.Si. seorang dosen Fakultas Sastra Universitas Jember, dan Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., guru besar FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Peserta dihadiri dari kalangan birokrat, akademisi, abdi dalem keraton Yogyakarta, tokoh masyarakat, dan swasta, bahkan perwakilan Jawa Barat dari DPK Provinsi Banten dan Jawa Tengah dari DKP Provinsi Jawa Tengah pun hadir untuk melengkapi dan memperluas wawasan tentang pengetahuan seputar Budaya Jawa. 

Pada sesi pertama, narasumber Dr. Mochamad Ilham Zoebazary, M.Si. mempresentasikan tentang “Masyarakat dan Kultur Pendalungan”. Pendalungan berasal dari istilah Jawa ‘dhalung’ yang berati periuk besar dari logam, yang bermakna sebuah kawasan besar yang menampung dua atau lebih kelompok etnik dan melahirkan kebudayaan baru yang diadopsi dari unsur-unsur budaya pembentuknya. Pendalungan adalah istilah untuk menyebut kebudayaan hasil asimilasi antara budaya Jawa dan Madura. Asimilasi ini membentuk suatu komunitas yang tersebar di pesisir Pantai Utara Jawa Timur (sebagian Tuban, Lamongan, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, hingga Situbondo) dan sebagian Pesisir Selatan Jawa Timur bagian timur (Lumajang, Jember, dan sebagian Banyuwangi). Komunitas Pandalungan terbesar tinggal di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur, meliputi Kabupaten dan Kota Pasuruan, Kabupaten dan Kota Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo, serta sebagian utara dan selatan Kabupaten Banyuwangi. Mata pencaharian masyarakat yang didiami oleh komunitas Pandalungan ini sebagian besar bertani, buruh tani, berkebun, dan nelayan. Pengaruh terbesar komunitas Pandalungan adalah budaya Madura dan Islam, dengan bahasa sehari-hari menggunakan campuran antara Bahasa Jawa dialek ‘Suroboyoan’ dengan Bahasa Madura, bahkan di sebelah timur Kota Probolinggo hingga kecamatan Wongsorejo, paling utara Banyuwangi, hampir semua penduduk lokalnya hanya bisa berbahasa Madura dan sama sekali tidak bisa berbahasa Jawa. Kesenian yang tumbuh dan berkembang di wilayah ini bercorak Pandalungan dengan karakter dasar nilai Islam yang sangat kuat dalam berbagai corak kesenian rakyatnya. Seperti kesenian hadrah, jaranan, kethoprak, ludruk, kentrung dan lain sebagainya.
Di Jember Jawa Timur hasil seni budaya saat ini sedang digalakkan adanya perpaduan antara seni budaya lama dengan yang baru, yaitu antara lain dengan Jember Fashion Carnaval atau JFC, dimana setiap tahun masyarakat menampilkan produk fashion dan ditampilkan dalam perayaan Karnaval. dalam karnaval defile pertama adalah defile Archipelago yang mengangkat tema busana nasional dari daerah tertentu secara berkala seperti Jawa, Bali, Madura, Dayak, Papua, Sumatra, dan seterusnya. Defile lainnya mengangkat tema fashion yang sedang trend apakah dari suatu negara, kelompok tertentu, film, kejadian atau peristiwa global lainnya. Semua busana dibuat dalam bentuk kostum yang kesemuanya dikompetisikan untuk meraih penghargaan-penghargaan.
Kemudian sesi kedua, narasumber Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. mempresentasikan tentang “Bahasa Nonverbal sebagai Kearifan Lokal Budaya Jawa”. Dalam sesi ini disampaikan bahwa berbagai penelitian oleh para ilmuwan mengatakan, bahwa dalam berkomunikasi kita lebih banyak secara tidak sadar menyerap pesan yang disampaikan komunikator 97% dari bahasa nonverbal, walaupun pesan yang disampaikan melalui bahasa verbal. Bahasa Nonverbal terbagi menjadi dua yaitu dinamis dan statis. Bahasa Nonverbal dinamis adalah yang terlihat secara fisik bergerak, sedangkan Bahasa Nonverbal statis seperti strata sosial, aksesori tubuh dan seluruh kelengkapan tubuh.
Di sesi terakhir setelah diskusi seputar tema tersebut di atas, kedua narasumber kemudian memberikan closing statement, yaitu narasumber pertama mengatakan perpustakaan tetap relevan untuk menambah ilmu yang paling up to date, dan narasumber kedua menyampaikan bahwa Center of Excellence Budaya Jawa adalah tetap di Yogyakarta. Acara kemudian diakhiri dengan foto-foto bersama seluruh peserta Telaah Budaya Pustaka Budaya tersebut.

Berita Terkait

Komentar via Facebook

Kembali ke atas

Pencarian




semua download

Download

Statistik

172346

Pengunjung Hari ini : 306
Total pengunjung : 172346
Hits hari ini : 2220
Total Hits : 1171733
Pengunjung Online : 3

Jajak Pendapat

Bagaimanakah tampilan website DPK?
Sangat Puas
Puas
Cukup Puas
Kurang Puas

Lihat

Aplikasi PPID

E-DHAKSINARGA

https://biologi.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/toto-slot/ https://biologi.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/slot-thailand/ https://biologi.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/slot88/ https://matematika.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/sgacor/ https://matematika.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/sthai/ https://jerman.fkip.unpatti.ac.id/wp-content/uploads/stoto/